Kamis, 06 Desember 2012

Good Corporate Governance



A.   Pengertian Good Corporate Governance
Dua teori utama yang terkait dengan corporate governance adalah stewardship theory dan agency theory (Chin,2000; Shaw,2003). Stewardship theory dibangun di atas asumsi filosofis mengenai sifat manusia yakni bahwa manusia pada hakekatnya dapat dipercaya, mampu bertindak dengan penuh tanggung jawab, memiliki integritas dan kejujuran terhadap pihak lain. Inilah yang tersirat dalam hubungan fidusia yang dikehendaki para pemegang saham.
Dengan kata lain, stewardship theory memandang manajemen sebagai dapat dipercaya untuk bertindak dengan sebaik-baiknya bagi kepentingan publik maupun stakeholder.
Sementara itu, agency theory yang dikembangkan oleh Michael Johnson, memandang bahwa : manajemen perusahaan sebagai “agents” bagi para pemegang saham, akan bertindak dengan penuh kesadaran bagi kepentingannya sendiri, bukan sebagai pihak yang arif dan bijaksana serta adil terhadap pemegang saham.
Dalam perkembangan selanjutnya, agency theory mendapat respon lebih luas karena dipandang lebih mencerminkan kenyataan yang ada. Berbagai pemikiran mengenai corporate governance berkembang dengan bertumpu pada agency theory di mana pengelolaan dilakukan dengan penuh kepatuhan kepada berbagai peraturan dan ketentuan yang berlaku.
Good Corporate Governance (GCG) secara definitif merupakan sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan yang menciptakan nilai tambah (value added) untuk semua stakeholder (Djokosantoso, 2005:15). Ada dua hal yang ditekankan dalam konsep ini, pertama, pentingnya hak pemegang saham untuk memperoleh informasi dengan benar dan tepat pada waktunya dan, kedua, kewajiban perusahaan untuk melakukan pengungkapan (disclosure) secara akurat, tepat waktu, transparan terhadap semua informasi kinerja perusahaan, kepemilikan, dan stakeholder.

B.   Prinsip dan Tahap Penerapan Good Corporate Governance
Secara umum terdapat lima prinsip dasar dari good corporate governance yaitu (Mas Ahmad, 2005:46) :
  1. Transparency (keterbukaan informasi), yaitu keterbukaan dalam melaksanakan proses pengambilan keputusan dan keterbukaan dalam mengemukakan perusahaan.
  2. Accountability (akuntabilitas), yaitu kejelasan fungsi, struktur, sistem, dan pertanggungjawaban organ perusahaan sehingga pengelolaan perusahaan terlaksana secara efektif.
  3. Responsibility (pertanggungjawaban), yaitu kesesuaian (kepatuhan) di dalam pengelolaan perusahaan terhadap prinsip korporasi yang sehat serta peraturan perundang-perundangan yang berlaku.
  4. Independency (kemandirian), yaitu suatu keadaan dimana perusahaan dikelola secara profesional tanpa benturan kepentingan dan pengaruh/tekanan dari pihak manajemen yang tidak sesuai dengan peraturan dan perundangan-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat.
  5. Fairness (kesetaraan dan kewajaran), yaitu perlakuan yang adil dan setara di dalam memenuhi hak-hak stakeholder yang timbul berdasarkan perjanjian serta peraturan perundangan yang berlaku.

Secara teoritis harus diakui bahwa dengan melaksanakan prinsip good corporate governance, ada beberapa manfaat yang bisa diambil antara lain (Mas Ahmad, 2005:48) :
a.    Meningkatkan   kinerja   perusahaan   melalui   terciptanya   proses  pengambilan  keputusan  yang  lebih  baik,meningkatkan  efisiensi operasional perusahaan serta lebih meningkatkan pelayanan kepada stakeholders.
b.     Mempermudah diperolehnya dana pembiayaan yang lebih murah dan tidak  rigid (karena    faktor kepercayaan) yang pada akhirnya akan meningkatkan corporate value.
c.    Mengembalikan kepercayaan investor untuk menanamkan modalnya di Indonesia.

Pemegang  saham  akan  merasa  puas  dengan  kinerja  perusahaan sekaligus akan meningkatkan stakeholders dan deviden. Khusus bagi BUMN akan dapat membantu penerimaan bagi APBN terutama dari hasil privatisasi.

Esensi dari corporate governance adalah peningkatan kinerja perusahaan melalui supervisi atau pemantauan kinerja manajemen dan adanya akuntabilitas manajemen terhadap pemangku kepentingan lainnya, berdasarkan kerangka aturan dan peraturan yang berlaku.

Dalam pelaksanaan penerapan Good Corporate Governance di perusahaan adalah penting bagi perusahaan untuk melakukan pentahapan yang cermat berdasarkan analisis atas situasi dan kondisi perusahaan, dan tingkat kesiapannya, sehingga penerapan Good Corporate Governance dapat berjalan lancardan mendapatkan dukungan dari seluruh unsur didalam perusahaan. Pada umumnya perusahaan-perusahaan yang telah berhasil dalam menerapkan Good Corporate Governance menggunakan pentahapan berikut (Chinn, 2000; Shaw,2003).
  1. Tahap Persiapan
Tahap ini terdiri atas 3 langkah utama yaitu : 1) awareness building, 2) Good Corporate Governance assessment, dan 3) Good Corporate Governance manual building. Awareness building merupakan langkah awal untuk membangun kesadaran mengenai arti penting Good Corporate Governance dan komitmen bersama dalam penerapannya. Upaya ini dapat dilakukan dengan meminta bantuan tenaga ahli independen dari luar perusahaan. Bentuk kegiatan dapat dilakukan melalui seminar, lokakarya, dan diskusi kelompok. Good Corporate Governance Assessment merupakan upaya untuk mengukur atau lebih tepatnya memetakan kondisi ini perlu guna memastikan titik awal level penerapan Good Corporate Governance dan untuk mengidentifikasi langkah-langkah yang tepat guna mempersiapkan infrastruktur dan struktur perusahaan yang kondusif bagi penerapan Good Corporate Governance secara efektif.
Berdasarkan hasil pemetaan tingkat kesiapan perusahaan dan upaya identifikasi prioritas penerapannya, penyusunan manual atau pedoman implementasi Good Corporate Governance dapat disusun. Penyusunan manual dapat dilakukan dengan bantuan tenaga ahli independen dari luar perusahaan.
Manual ini dapat dibedakan antara manual untuk organ-organ perusahaan dan manual untuk keseluruhan anggota perusahaan, mencakup berbagai aspek seperti :
a.    Kebijakan Good Corporate Governance perusahaan
b.    Pedoman Good Corporate Governance bagi organ-organ perusahaan
c.    Pedoman perilaku :
1)    Audit commitee charter
2)    Kebijakan disclosure dan transparansi
3)    Kebijakan dan kerangka manajemen resiko
4)    Roadmap implementasi
  1. Tahap Implementasi
Setelah perusahaan memiliki Good Corporate Governance manual, langkah selanjutnya adalah memulai implementasi di perusahaan. Tahap ini terdiri atas 3 langkah utama yakni:
a.    Sosialisasi, diperlukan untuk memperkenalkan kepada seluruh perusahaan berbagai aspek yang terkait dengan implementasi Good Corporate Governance khususnya mengenai pedoman penerapan Good Corporate Governance. Upaya sosialisasi perlu dilakukan dengan suatu tim khusus yang dibentuk untuk itu, langsung berada di bawah pengawasan direktur utama atau salah satu direktur yang ditunjuk sebagai Good Corporate Governance champion di perusahaan.
b.    Implementasi, yaitu kegiatan yang dilakukan sejalan dengan pedoman Good Corporate Governance yang ada, berdasar roadmap yang telah disusun. Implementasi harus bersifat top down approach yang melibatkan dewan komisaris dan direksi perusahaan. Implementasi hendaknya mencakup pula upaya manajemen perubahan (change management) guna mengawal proses perubahan yang ditimbulkan oleh implementasi Good Corporate Governance.
c.    Internalisasi, yaitu tahap jangka panjang dalam implementasi. Internalisasi mencakup upaya-upaya untuk memperkenalkan Good Corporate Governance di dalam seluruh proses bisnis perusahaan kerja, dan  dapat dipastikan bahwa penerapan Good Corporate Governance bukan sekedar di permukaan atau sekedar suatu kepatuhan yang bersifat superficial, tetapi benar-benar tercermin dalam seluruh aktivitas perusahaan.
  1. Tahap Evaluasi
Tahap evaluasi adalah tahap yang perlu dilakukan secara teratur dari waktu ke waktu untuk mengukur sejauh mana efektivitas penerapan Good Corporate Governance telah dilakukan dengan meminta pihak independen melakukan audit implementasi dan scoring atas praktik Good Corporate Governance yang ada. Terdapat banyak perusahaan konsultan yang dapat memberikan jasa audit yang demikian, dan di Indonesia ada beberapa perusahaan yang melakukan scoring. Evaluasi dalam bentuk assessment, audit atau scoring juga dapat dilakukan secara mandatory misalnya seperti yang diterapkan di lingkungan BUMN. Evaluasi dapat membantu perusahaan memetakan kembali kondisi dan situasi serta capaian perusahaan dalam implementasi Good Corporate Governance sehingga dapat mengupayakan perbaikan-perbaikan yang perlu berdasarkan rekomendasi yang diberikan.

C.   Tujuan Good Corporate Governance
Penerapan sistim Good Corporate Governance diharapkan dapat meningkatkan nilai tambah bagi semua pihak yang berkepentingan (stakeholders) melalui beberapa tujuan berikut (Moeljono, 2005:14):
1.      Meningkatkan efisiensi, efektifitas, dan kesinambungan suatu organisasi yang memberikan kontribusi kepada terciptanya kesejahteraan pemegang saham, pegawai dan stakeholders lainnya dan merupakan solusi yang elegan dalam menghadapi tantangan organisasi kedepan
2.      Meningkatkan legitimasi organisasi yang dikelola dengan terbuka, adil, dan dapat dipertanggungjawabkan
3.      Mengakui dan melindungi hak dan kewajiban para stakeholders
4.      Pendekatan yang terpadu berdasarkan kaidah-kaidah demokrasi, pengelolaan dan partisipasi organisasi secara legitimate
5.      Meminimalkan agency cost dengan mengendalikan konflik kepentingan yang mungkin timbul antara pihak prinsipal dengan agen
6.      Meminimalkan biaya modal dengan memberikan sinyal positif untuk para penyedia modal. Meningkatkan nilai perusahaan yang dihasilkan dari biaya modal yang lebih rendah, meningkatkan kinerja keuangan dan persepsi yang lebih baik dari para stakeholders atas kinerja perusahaan di masa depan.

Perusahaan menerapkan Tata Kelola Perusahaan yang baik dengan meningkatkan semangat kerja, akuntabilitas, keadilan, transparansi dan tanggung jawab. Memperbaiki pengelolaan dan kontrol Perseroan untuk memastikan bahwa standar-standar di bidang hukum dan keuangan berjalan dalam kerangka tata kelola yang diatur berdasarkan hukum dan perundang-undangan serta Anggaran Dasar Perseroan, yang mana yang perlu mendapat perhatian yaitu :
a.    Laporan Keuangan Perseroan mengumumkan Laporan Keuangan Triwulanan, Tengah Tahunan dan Tahunan ke masyarakat secara tepat waktu. Laporan Keuangan dan catatannya dipersiapkan berdasarkan prinsip-prinsip Akuntansi yang diterapkan secara konsisten.
b.    Rapat Umum Pemegang Saham bahwa Setiap tahun Perseroan mengadakan Rapat Umum Pemegang Saham untuk melaporkan kinerja dan tata laksana keuangan Perseroan untuk tahun buku yang telah berjalan.
c.    Dewan Komisaris Perseroan bertugas untuk melaksanakan fungsi pengawasan terhadap Direksi Perseroan.
d.    Direksi diharuskan menjalankan tugasnya secara profesional dan memenuhi sistim serta prosedur yang telah ditetapkan sesuai dengan Anggaran Dasar Perseroan
e.    Komisaris Independen dalam kerangka tata kelola Perusahaan, Dewan Komisaris dalam tugasnya melaksanakan fungsi pengawasan terhadap Direksi, haruslah independen. Komisaris Independen diharuskan tidak mempunyai hubungan dengan Direksi maupun Para Pemegang Saham.
f.     Komite Audit bertugas untuk memastikan kepatuhan (compliance) perusahaan terhadap Hukum dan Peraturan Perundang-undangan, memastikan kelayakan dan ketelitian dari Laporan Keuangan yang mencakup Laporan Keuangan dari Auditor Independen, mengamati efektifitas sistim pengawasan internal perusahaan.

D.   Dasar Hukum Good Governance
Di dalam bab ini dikaji tentang good governance dalam aturan hukum Republik Indonesia. Istilah yang dipergunakan dalam judul bab adalah "aturan hukum" bukan istilah "peraturan perundang-undangan" atau "peraturan perundangan", dengan argumentasi untuk menghindari perdebatan yang muncul bila mempergunakan istilah peraturan perundang-undangan. Menurut M. Hadjon (1999:102), dinyatakan bahwa penggunaan istilah peraturan perundangan atau peraturan perundang-undangan menimbulkan pertanyaan apakah Undang-Undang Dasar 1945 dan Tap MPR termasuk dalam pengertian peraturan perundang-undangan. Selanjutnya dinyatakan bahwa aturan hukum menunjuk pada pengertian semua bentuk hukum tertulis yang maknanya dapat dilihat dari dua segi yaitu : dari segi bentuk adalah peraturan tertulis dan dari segi substansi mengikat umum/keluar. Dengan mempergunakan istilah aturan hukum ada lagi permasalahan apakah Undang-Undang Dasar dan Tap MPR termasuk pengertian aturan hukum. Hal ini penting karena di dalam bab ini dikaji Undang-Undang Dasar 1945 dan juga Tap MPR disamping Undang-Undang.
Titik kajian dalam melihat good governance dalam aturan hukum Republik Indonesia, difokuskan pada dua penyangga good governance yaitu prinsip demokrasi dan prinsip negara hukum. Oleh karenanya dalam kajian terhadap aturan hukum difokuskan pada ada tidaknya kedua prinsip tersebut dalam aturan hukum tersebut. Untuk prinsip demokrasi kajian diarahkan pada prinsip partisipasi karena prinsip partisipasi merupakan konsekuensi logis dari prinsip keterbukaan yang merupakan primadona asas demokrasi, sedangkan untuk Prinsip negara hukum, kajian diarahkan pada asas legalitas yang merupakan primadona asas negara hukum.
Hukum positif yang mengatur tentang aturan hukum Republik Indonesia dewasa ini adalah Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 LN Tahun 2004 No. 5: TLN-RI No. 4389 Tentang Prosedur Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Pasal 7 ayat (1) undang-undang ini menentukan jenis dan hirarki Peraturan Perundang-undangan adalah sebagai berikut :
a.    Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
b.    Undang-undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang.
c.    Peraturan Pemerintah.
d.    Peraturan Presiden.
e.    Peraturan Daerah.
Dari jenis peraturan perundang-undangan yang diatur di atas, maka ada perbedaan jenis dan istilah bila dibandingkan dengan Ketetapan MPR Nomor III/MPR/2000 tentang Sumber Hukum dan tata Urutan Perundang- undangan. Ketetapan  MPR tidak lagi termasuk dalam jenis perundang- undangan, dan tidak ada lagi istilah keputusan seperti halnya Keputusan Presiden.
Di dalam UU Prosedur Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, peraturan perundang-undangan diartikan sebagai peraturan tertulis yang dibuat oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang dan mengikat secara umum. Dan pengertian tersebut dapat ditarik unsur-unsur aturan hukum (peraturan perundang-undangan) yaitu : peraturan tertulis, dibuat oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang, dan mengikat secara umum.
1.    Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 tidak secara jelas menyatakan bahwa pemerintahan negara Republik Indonesia adalah suatu pemerintahan yang ditujukan untuk terciptanya suatu pemerintahan yang good governance, akan tetapi bila dilihat dari substansi aturan hukumnya, baik dalam pembukaan maupun di dalam pasal-pasalnya, tampak jelas tujuan didirikannya Republik Indonesia adalah untuk menciptakan suatu pemerintahan demokratis yang berdasarkan atas hukum yang bermuara pada terciptanya masyarakat adil dan makmur yang juga merupakan muara good governance.
Di dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 terdapat pernyataan-pernyataan yang menunjukkan prinsip-prinsip demokrasi dan negara hukum baik dalam masing-masing alinea maupun dalam pokok-pokok pikiran.
Di dalam alinea pertama dinyatakan : "Bahwa sesungguhnya kemerdekaan adalah hak segala bangsa dan oleh sebab itu. maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan peri kemanusiaan dan peri keadilan."
Alinea keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar Indonesia Tahun 1945 merumuskan dengan padat sekali tujuan dan prinsip dasar untuk mencapai tujuan bangsa Indonesia setelah menyatakan kemerdekaannya. Bunyi selengkapnya adalah sebagai berikut :
Kemudian dari pada itu untuk membentuk suatu pemerintah negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia, yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasarkan kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Dari apa yang tersurat di dalam alinea keempat tersebut di atas, maka tampak prinsip-prinsip demokrasi, negara hukum dan juga hak asasi manusia. Disamping itu, Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 juga memuat pokok-pokok pikiran yang mencerminkan prinsip-prinsip demokrasi dan hak-hak asasi manusia. Pokok pikiran pertama menunjukkan pokok pikiran persatuan. Pokok pikiran kedua adalah pokok pikiran berkenaan dengan pokok pikiran kedaulatan dan pokok pikiran keempat adalah pokok pikiran Ketuhanan Yang Maha Esa dasar Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab.
Dari paparan alinea dan pokok-pokok pikiran dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 tampak jelas bahwa pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 memuat prinsip-prinsip demokrasi dan negara hukum. Ini berarti, prinsip demokrasi dan prinsip negara hukum yang merupakan tumpuan good governance dalam negara Indonesia sifatnya abadi. Hal ini disebabkan karena status pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagai pokok negara yang fundamental tidak akan berubah. Ini terbukti dari proses amandemen Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang dilakukan, sesuai dengan kesepakatan Panitia Ad Hoc III pada rapat ke 3 Pekerja MPR, bahwa Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 tidak diubah.
2.    Undang-Undang
Undang-undang yang dibahas dalam anak sub bab ini adalah undang-undang yang berhubungan dengan prinsip-prinsip good governance.
  1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara Yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme
Pengkajian terhadap undang-undang ini dilakukan lebih rinci bila dibandingkan dengan pengkajian yang dilakukan terhadap aturan hukum yang lain. Oleh karenanya, kajian tidak hanya terhadap pasal-pasal yang berkaitan dengan kepemerintahan yang baik (good governance), tetapi juga meliputi : Latar belakang terbentuknya Undang-Undang No. 28 Tahun 1999; landasan filosofis, sosiologis dan yuridis, serta kelemahan-kelemahannya. Hal ini dilakukan agar mendapat gambaran yang utuh tentang suasana kebatinan Undang-Undang No. 28 Tahun 1999. Dengan demikian akan lebih tepat dalam menginterpretasi makna yang diatur di dalam undang-undang tersebut.
  1. Undang-undang No. 25 Tahun 2000 Tentang Program Pembangunan Nasional Tahun 2000 – 2004
Tindak lanjut dari Tap No.IV/MPR/1999 adalah diundangkannya Undang-Undang No. 25 Tahun 2006 LNRI Tahun 2000 No. 206 tentang Program Pembangunan Nasional Tahun 2000 – 2004 di dalam lampiran bab dua tentang Prioritas Pembangunan Nasional disebutkan ada lima prioritas pembangunan nasional yaitu :
1.     Membangun sistem politik yang demokratis serta mempertahankan persatuan dan kesatuan;
2.     Mewujudkan supremasi hukum dan kepemerintahan yang baik. Di dalam prioritas pembangunan bidang ini diarahkan pada dua hal yaitu supremasi hukum dan kepemerintahan yang baik;
Aspek supremasi hukum meliputi :
    1. Legislasi;
    2. Pemberdayaan lembaga peradilan dan penegakan hukum;
    3. Peningkatan etika penyelenggaraan negara agar mematuhi hukum;
    4. Pembentukan budaya taat hukum.
Aspek Pemerintahan yang baik meliputi :
a.    Penegakan hukum dan HAM;
b.    Peningkatan kesejahteraan;
c.    Peningkatan pengawasan masyarakat;
d.    Peningkatan pengawasan praktek KKN (ditindaklanjuti dengan diundangkannya Undang-Undang No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara Yang Bersih dan Bebas dari Korupsi Kolusi dan Nepotisme).
e.    Pembenahan kelembagaan dan ketatalaksanaan;
f.     Penyesuaian jumlah PNS;
g.    Peningkatan kapasitas sumber daya penyelenggaraan negara dalam bentuk pelayanan kepada masyarakat secara optimal.
3.     Mempercepat pemulihan ekonomi
4.     Membangun kesejahteraan rakyat
5.     Meningkatkan pembangunan daerah.
3.    Undang-Undang No. 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi LNRI Tahun 2002 No. :37 TLN-RI No. 4250
Di dalam konsiderans mengingat, undang-undang ini antara lain didasarkan atas Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999. Kemudian di dalam ketentuan Pasal 5 yang mengatur tentang asas dalam menjalankan tugas dan wewenang ditentukan lima asas yang pada prinsipnya sama dengan asas-asas penyelenggaraan negara yang baik menurut Undang-Undang No. 28 Tahun 1999. Asas tersebut adalah : a). kepastian hukum; b). keterbukaan, c) akuntabilitas, d). kepentingan umum, e) proporsionalitas. Perbedaan dengan asas yang diatur di dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 hanya pada dua asas yaitu asas tertib penyelenggara negara dan asas profesionalisme.
4.    Undang-Undang No. 10 Tahun 2004 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan LNRI Tahun 2004 No. 53 TLN-RI No. 4389
Di dalam ketentuan Pasal 5 mengatur tentang asas peraturan perundang-undangan dicantumkan tujuh asas, yang pada prinsipnya merupakan asas yang ada di dalam Undang-Undang No. 28 Tahun 1999 yaitu a). kejelasan tujuan (dapat disejajarkan dengan asas kepastian hukum dalam UU No. 28 Tahun 1999) b). kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat (asas kepastian hukum dan/atau profesionalitas) c). kesesuaian antara jenis dan muatan serta d). asas dapat dilaksanakan (asas proporsionalitas); e). kedayagunaan dan kehasilgunaan (asas efektivitas dan efisiensi); f). kejelasan rumusan (asas kepastian hukum); g). keterbukaan (asas keterbukaan/kepentingan umum).
5.    Peraturan Pemerintah No. 68 Tahun 1999 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat Dalam Penyelenggaraan Negara
Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 1999 tersebut merupakan penjabaran langsung ketentuan Pasal 9 ayat (3) Undang-Undang No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara Yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme. Pasal 9 ayat (3) UU No. 28 Tahun 1999 mengatur tentang peran serta masyarakat antara lain ditentukan bahwa bentuk peran serta adalah :
a.      Hak mencari, memperoleh dan memberikan informasi mengenai penyelenggaraan negara;
b.      Hak untuk memperoleh pelayanan yang sama dan adil dari penyelenggara negara ;
c.      Hak menyampaikan saran dan pendapat secara bertanggung jawab terhadap kebijakan penyelenggara negara; dan
d.      Hak memperoleh perlindungan hukum dalam hal :
1.    Melaksanakan haknya sebagaimana dimaksud dalam huruf a b, dan c.
2.    Diminta hadir dalam proses penyelidikan, penyidikan, dan di sidang pengadilan sebagai saksi pelapor, saksi, atau saksi ahli, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Hak sebagaimana dimaksud dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku dengan menaati norma agama dan norma sosial lainnya.
Tata cara pelaksanaan peran serta masyarakat antara lain ditentukan bahwa informasi tentang penyelenggaraan negara dapat diperoleh dari instansi terkait, dapat dilakukan baik secara langsung maupun tidak langsung (Pasal 3). Pemberian informasi dapat diberikan secara tertulis kepada instansi terkait atau komisi pemeriksa dengan dilengkapi nama dan alamat pemberi informasi, dengan melampirkan foto copy kartu tanda penduduk (KTP), atau identitas dan yang lain; keterangan mengenai fakta dan tempat kejadian yang diinformasikan; dan dokumen atau keterangan lain yang dapat dijadikan alat bukti (Pasal 4) Informasi tersebut disampaikan kepada Komisi Pemeriksa atau instansi terkait dengan tembusan.
6.    Keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor: KEP - 117/M­MBU/2002 Tentang Penerapan Praktek Good Corporate Governance Pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN)
Keputusan Meneg BUMN ini walaupun bukan merupakan peraturan perundang-undangan yang diatur di dalam Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, namun masih termasuk regulasi yang diatur di dalam Pasal 7 ayat (4) oleh karenanya masih relevan untuk dilampirkan.
Keputusan Meneg BUMN, di dalam konsideran menimbangnya jelas-jelas menyatakan bahwa prinsip good corporate governance merupakan kaidah, norma ataupun pedoman korporasi yang diperlukan dalam sistem pengelolaan BUMN. Diakui pula bahwa prinsip-prinsip good corporate governance belum diterapkan dalam lingkungan BUMN. Hal yang menarik dalam Keputusan Meneg BUMN ini adalah tidak diterapkannya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 dalam konsideran mengingat. Hal ini menurut penulis menunjukkan bahwa Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 hanyalah merupakan prinsip-prinsip yang berlaku dalam good governance dalam sektor publik. Di dalam Kep. Meneg BUMN ini menetapkan pula prinsip-prinsip good corporate governance meliputi : a) transparansi; b) kemandirian; c) akuntabilitas; d) pertanggungjawaban dan e) kewajaran.

Daftar Pustaka

Aburizal Bakri. 2002. Good Corporate Governance : Sudut Pandang Pengusaha. YPMMI & Sinergi Communication, Jakarta.

Djokosantoso Moeljono. 2005. Good Corporate Culture sebagai inti dari Good Corporate Governance, Elex-Gramedia, Jakarta

John Shaw. C. 2003. Corporate Governance and Risk : A System Approach. John Wiley & Sons, Inc, New Jersey.

Mas Ahmad Daniri. 2005. Good Corporate Governance : Konsep dan Penerapannya di Indonesia. RayIndonesia, Jakarta.