A.
Pengertian Good
Corporate Governance
Dua teori utama
yang terkait dengan corporate governance
adalah stewardship theory dan agency theory (Chin,2000; Shaw,2003). Stewardship theory dibangun di atas
asumsi filosofis mengenai sifat manusia yakni bahwa manusia pada hakekatnya
dapat dipercaya, mampu bertindak dengan penuh tanggung jawab, memiliki
integritas dan kejujuran terhadap pihak lain. Inilah yang tersirat dalam
hubungan fidusia yang dikehendaki para pemegang saham.
Dengan kata
lain, stewardship theory memandang
manajemen sebagai dapat dipercaya untuk bertindak dengan sebaik-baiknya bagi
kepentingan publik maupun stakeholder.
Sementara itu, agency theory yang dikembangkan oleh
Michael Johnson, memandang bahwa : manajemen perusahaan sebagai “agents” bagi
para pemegang saham, akan bertindak dengan penuh kesadaran bagi kepentingannya
sendiri, bukan sebagai pihak yang arif dan bijaksana serta adil terhadap
pemegang saham.
Dalam
perkembangan selanjutnya, agency theory
mendapat respon lebih luas karena dipandang lebih mencerminkan kenyataan yang
ada. Berbagai pemikiran mengenai corporate
governance berkembang dengan bertumpu pada agency theory di mana pengelolaan dilakukan dengan penuh kepatuhan
kepada berbagai peraturan dan ketentuan yang berlaku.
Good Corporate Governance (GCG) secara definitif
merupakan sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan yang menciptakan
nilai tambah (value added) untuk
semua stakeholder (Djokosantoso, 2005:15). Ada dua hal yang ditekankan dalam
konsep ini, pertama, pentingnya hak pemegang saham untuk memperoleh informasi
dengan benar dan tepat pada waktunya dan, kedua, kewajiban perusahaan untuk
melakukan pengungkapan (disclosure)
secara akurat, tepat waktu, transparan terhadap semua informasi kinerja
perusahaan, kepemilikan, dan stakeholder.
B.
Prinsip dan
Tahap Penerapan Good Corporate Governance
Secara umum terdapat lima prinsip dasar dari good
corporate governance yaitu (Mas Ahmad, 2005:46) :
- Transparency (keterbukaan informasi), yaitu keterbukaan dalam melaksanakan proses pengambilan keputusan dan keterbukaan dalam mengemukakan perusahaan.
- Accountability (akuntabilitas), yaitu kejelasan fungsi, struktur, sistem, dan pertanggungjawaban organ perusahaan sehingga pengelolaan perusahaan terlaksana secara efektif.
- Responsibility (pertanggungjawaban), yaitu kesesuaian (kepatuhan) di dalam pengelolaan perusahaan terhadap prinsip korporasi yang sehat serta peraturan perundang-perundangan yang berlaku.
- Independency (kemandirian), yaitu suatu keadaan dimana perusahaan dikelola secara profesional tanpa benturan kepentingan dan pengaruh/tekanan dari pihak manajemen yang tidak sesuai dengan peraturan dan perundangan-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat.
- Fairness (kesetaraan dan kewajaran), yaitu perlakuan yang adil dan setara di dalam memenuhi hak-hak stakeholder yang timbul berdasarkan perjanjian serta peraturan perundangan yang berlaku.
Secara teoritis harus diakui bahwa dengan melaksanakan prinsip good corporate governance, ada beberapa
manfaat yang bisa diambil antara lain (Mas Ahmad, 2005:48) :
a. Meningkatkan kinerja perusahaan
melalui terciptanya proses
pengambilan keputusan yang
lebih baik,meningkatkan efisiensi operasional perusahaan serta lebih
meningkatkan pelayanan kepada stakeholders.
b.
Mempermudah
diperolehnya dana pembiayaan yang lebih murah dan tidak rigid (karena faktor kepercayaan) yang pada akhirnya akan
meningkatkan corporate value.
c.
Mengembalikan kepercayaan investor untuk menanamkan modalnya di Indonesia.
Pemegang saham
akan merasa puas
dengan kinerja perusahaan sekaligus akan meningkatkan
stakeholders dan deviden. Khusus bagi BUMN akan dapat membantu penerimaan bagi
APBN terutama dari hasil privatisasi.
Esensi
dari corporate governance adalah peningkatan kinerja perusahaan melalui
supervisi atau pemantauan kinerja manajemen dan adanya akuntabilitas manajemen
terhadap pemangku kepentingan lainnya, berdasarkan kerangka aturan dan
peraturan yang berlaku.
Dalam
pelaksanaan penerapan Good Corporate
Governance di perusahaan adalah penting bagi perusahaan untuk melakukan
pentahapan yang cermat berdasarkan analisis atas situasi dan kondisi
perusahaan, dan tingkat kesiapannya, sehingga penerapan Good Corporate Governance dapat berjalan lancardan mendapatkan
dukungan dari seluruh unsur didalam perusahaan. Pada umumnya
perusahaan-perusahaan yang telah berhasil dalam menerapkan Good Corporate Governance menggunakan pentahapan berikut (Chinn,
2000; Shaw,2003).
- Tahap Persiapan
Tahap
ini terdiri atas 3 langkah utama yaitu : 1) awareness building, 2) Good Corporate Governance assessment,
dan 3) Good Corporate Governance manual building. Awareness
building merupakan langkah awal untuk membangun kesadaran mengenai arti
penting Good Corporate Governance dan
komitmen bersama dalam penerapannya. Upaya ini dapat dilakukan dengan meminta
bantuan tenaga ahli independen dari luar perusahaan. Bentuk kegiatan dapat
dilakukan melalui seminar, lokakarya, dan diskusi kelompok. Good Corporate Governance Assessment merupakan
upaya untuk mengukur atau lebih tepatnya memetakan kondisi ini perlu guna
memastikan titik awal level penerapan Good
Corporate Governance dan untuk mengidentifikasi langkah-langkah yang tepat
guna mempersiapkan infrastruktur dan struktur perusahaan yang kondusif bagi
penerapan Good Corporate Governance
secara efektif.
Berdasarkan
hasil pemetaan tingkat kesiapan perusahaan dan upaya identifikasi prioritas
penerapannya, penyusunan manual atau pedoman implementasi Good Corporate Governance dapat disusun.
Penyusunan manual dapat dilakukan dengan bantuan tenaga ahli independen
dari luar perusahaan.
Manual
ini dapat dibedakan antara manual untuk organ-organ perusahaan dan manual
untuk keseluruhan anggota perusahaan, mencakup berbagai aspek seperti :
a.
Kebijakan Good Corporate Governance perusahaan
b.
Pedoman Good Corporate Governance bagi organ-organ perusahaan
c.
Pedoman perilaku :
1)
Audit
commitee charter
2)
Kebijakan disclosure dan
transparansi
3)
Kebijakan dan kerangka manajemen resiko
4)
Roadmap implementasi
- Tahap Implementasi
Setelah
perusahaan memiliki Good Corporate
Governance manual, langkah selanjutnya adalah memulai implementasi di
perusahaan. Tahap ini terdiri atas 3 langkah utama yakni:
a. Sosialisasi,
diperlukan untuk memperkenalkan kepada seluruh perusahaan berbagai aspek yang
terkait dengan implementasi Good
Corporate Governance khususnya mengenai pedoman penerapan Good Corporate Governance. Upaya
sosialisasi perlu dilakukan dengan suatu tim khusus yang dibentuk untuk itu,
langsung berada di bawah pengawasan direktur utama atau salah satu direktur
yang ditunjuk sebagai Good Corporate
Governance champion di perusahaan.
b. Implementasi,
yaitu kegiatan yang dilakukan sejalan dengan pedoman Good Corporate Governance yang ada, berdasar roadmap yang
telah disusun. Implementasi harus bersifat top down approach yang
melibatkan dewan komisaris dan direksi perusahaan. Implementasi hendaknya
mencakup pula upaya manajemen perubahan (change
management) guna mengawal proses perubahan yang ditimbulkan oleh implementasi
Good Corporate Governance.
c. Internalisasi,
yaitu tahap jangka panjang dalam implementasi. Internalisasi mencakup
upaya-upaya untuk memperkenalkan Good
Corporate Governance di dalam seluruh proses bisnis perusahaan kerja,
dan dapat dipastikan bahwa penerapan Good Corporate Governance bukan sekedar
di permukaan atau sekedar suatu kepatuhan yang bersifat superficial,
tetapi benar-benar tercermin dalam seluruh aktivitas perusahaan.
- Tahap Evaluasi
Tahap
evaluasi adalah tahap yang perlu dilakukan secara teratur dari waktu ke waktu
untuk mengukur sejauh mana efektivitas penerapan Good Corporate Governance telah dilakukan dengan meminta pihak
independen melakukan audit implementasi dan scoring atas praktik Good Corporate Governance yang ada.
Terdapat banyak perusahaan konsultan yang dapat memberikan jasa audit yang
demikian, dan di Indonesia
ada beberapa perusahaan yang melakukan scoring.
Evaluasi dalam bentuk assessment, audit atau scoring juga dapat
dilakukan secara mandatory misalnya seperti yang diterapkan di
lingkungan BUMN. Evaluasi dapat membantu perusahaan memetakan kembali kondisi
dan situasi serta capaian perusahaan dalam implementasi Good Corporate Governance sehingga dapat mengupayakan
perbaikan-perbaikan yang perlu berdasarkan rekomendasi yang diberikan.
C.
Tujuan Good Corporate
Governance
Penerapan
sistim Good Corporate Governance diharapkan
dapat meningkatkan nilai tambah bagi semua pihak yang berkepentingan (stakeholders) melalui beberapa tujuan
berikut (Moeljono, 2005:14):
1.
Meningkatkan efisiensi, efektifitas, dan kesinambungan suatu
organisasi yang memberikan kontribusi kepada terciptanya kesejahteraan pemegang
saham, pegawai dan stakeholders lainnya dan merupakan solusi yang elegan dalam
menghadapi tantangan organisasi kedepan
2.
Meningkatkan legitimasi organisasi yang dikelola dengan terbuka,
adil, dan dapat dipertanggungjawabkan
3.
Mengakui dan melindungi hak dan kewajiban para stakeholders
4.
Pendekatan yang terpadu berdasarkan kaidah-kaidah demokrasi,
pengelolaan dan partisipasi organisasi secara legitimate
5.
Meminimalkan agency cost
dengan mengendalikan konflik kepentingan yang mungkin timbul antara pihak
prinsipal dengan agen
6.
Meminimalkan biaya modal dengan memberikan sinyal positif untuk
para penyedia modal. Meningkatkan nilai perusahaan yang dihasilkan dari biaya
modal yang lebih rendah, meningkatkan kinerja keuangan dan persepsi yang lebih
baik dari para stakeholders atas kinerja perusahaan di masa depan.
Perusahaan
menerapkan Tata Kelola Perusahaan yang baik dengan meningkatkan semangat kerja,
akuntabilitas, keadilan, transparansi dan tanggung jawab. Memperbaiki
pengelolaan dan kontrol Perseroan untuk memastikan bahwa standar-standar di
bidang hukum dan keuangan berjalan dalam kerangka tata kelola yang diatur
berdasarkan hukum dan perundang-undangan serta Anggaran Dasar Perseroan, yang
mana yang perlu mendapat perhatian yaitu :
a.
Laporan Keuangan Perseroan mengumumkan Laporan Keuangan
Triwulanan, Tengah Tahunan dan Tahunan ke masyarakat secara tepat waktu. Laporan
Keuangan dan catatannya dipersiapkan berdasarkan prinsip-prinsip Akuntansi yang
diterapkan secara konsisten.
b.
Rapat Umum Pemegang Saham bahwa Setiap tahun Perseroan mengadakan
Rapat Umum Pemegang Saham untuk melaporkan kinerja dan tata laksana keuangan
Perseroan untuk tahun buku yang telah berjalan.
c.
Dewan Komisaris Perseroan bertugas untuk melaksanakan fungsi
pengawasan terhadap Direksi Perseroan.
d.
Direksi diharuskan menjalankan tugasnya secara profesional dan memenuhi
sistim serta prosedur yang telah ditetapkan sesuai dengan Anggaran Dasar
Perseroan
e.
Komisaris Independen dalam kerangka tata kelola Perusahaan, Dewan
Komisaris dalam tugasnya melaksanakan fungsi pengawasan terhadap Direksi,
haruslah independen. Komisaris Independen diharuskan tidak mempunyai hubungan
dengan Direksi maupun Para Pemegang Saham.
f.
Komite Audit bertugas untuk memastikan kepatuhan (compliance) perusahaan terhadap Hukum
dan Peraturan Perundang-undangan, memastikan kelayakan dan ketelitian dari
Laporan Keuangan yang mencakup Laporan Keuangan dari Auditor Independen,
mengamati efektifitas sistim pengawasan internal perusahaan.
D.
Dasar Hukum Good Governance
Di
dalam bab ini dikaji tentang good
governance dalam aturan hukum Republik Indonesia. Istilah yang
dipergunakan dalam judul bab adalah "aturan hukum" bukan istilah
"peraturan perundang-undangan" atau "peraturan
perundangan", dengan argumentasi untuk menghindari perdebatan yang muncul
bila mempergunakan istilah peraturan perundang-undangan. Menurut M. Hadjon
(1999:102), dinyatakan bahwa penggunaan istilah peraturan perundangan atau
peraturan perundang-undangan menimbulkan pertanyaan apakah Undang-Undang Dasar
1945 dan Tap MPR termasuk dalam pengertian peraturan perundang-undangan.
Selanjutnya dinyatakan bahwa aturan hukum menunjuk pada pengertian semua bentuk
hukum tertulis yang maknanya dapat dilihat dari dua segi yaitu : dari segi
bentuk adalah peraturan tertulis dan dari segi substansi mengikat umum/keluar.
Dengan mempergunakan istilah aturan hukum ada lagi permasalahan apakah
Undang-Undang Dasar dan Tap MPR termasuk pengertian aturan hukum. Hal ini
penting karena di dalam bab ini dikaji Undang-Undang Dasar 1945 dan juga Tap
MPR disamping Undang-Undang.
Titik
kajian dalam melihat good governance dalam aturan hukum Republik Indonesia,
difokuskan pada dua penyangga good governance yaitu prinsip demokrasi
dan prinsip negara hukum. Oleh karenanya dalam kajian terhadap aturan hukum
difokuskan pada ada tidaknya kedua prinsip tersebut dalam aturan hukum
tersebut. Untuk prinsip demokrasi kajian diarahkan pada prinsip partisipasi
karena prinsip partisipasi merupakan konsekuensi logis dari prinsip keterbukaan
yang merupakan primadona asas demokrasi, sedangkan untuk Prinsip negara hukum,
kajian diarahkan pada asas legalitas yang merupakan primadona asas negara
hukum.
Hukum
positif yang mengatur tentang aturan hukum Republik Indonesia dewasa ini adalah
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 LN Tahun 2004 No. 5: TLN-RI No. 4389 Tentang
Prosedur Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Pasal 7 ayat (1)
undang-undang ini menentukan jenis dan hirarki Peraturan Perundang-undangan
adalah sebagai berikut :
a.
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945.
b.
Undang-undang/Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-undang.
c.
Peraturan Pemerintah.
d.
Peraturan Presiden.
e.
Peraturan Daerah.
Dari
jenis peraturan perundang-undangan yang diatur di atas, maka ada perbedaan
jenis dan istilah bila dibandingkan dengan Ketetapan MPR Nomor III/MPR/2000
tentang Sumber Hukum dan tata Urutan Perundang- undangan. Ketetapan MPR tidak lagi termasuk dalam jenis
perundang- undangan, dan tidak ada lagi istilah keputusan seperti halnya
Keputusan Presiden.
Di
dalam UU Prosedur Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, peraturan perundang-undangan
diartikan sebagai peraturan tertulis yang dibuat oleh lembaga negara atau
pejabat yang berwenang dan mengikat secara umum. Dan pengertian tersebut dapat
ditarik unsur-unsur aturan hukum (peraturan perundang-undangan) yaitu :
peraturan tertulis, dibuat oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang, dan
mengikat secara umum.
1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
tidak secara jelas menyatakan bahwa pemerintahan negara Republik Indonesia
adalah suatu pemerintahan yang ditujukan untuk terciptanya suatu pemerintahan
yang good governance, akan tetapi bila dilihat dari substansi aturan
hukumnya, baik dalam pembukaan maupun di dalam pasal-pasalnya, tampak jelas
tujuan didirikannya Republik Indonesia adalah untuk menciptakan suatu
pemerintahan demokratis yang berdasarkan atas hukum yang bermuara pada terciptanya
masyarakat adil dan makmur yang juga merupakan muara good governance.
Di dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 terdapat pernyataan-pernyataan yang menunjukkan
prinsip-prinsip demokrasi dan negara hukum baik dalam masing-masing alinea
maupun dalam pokok-pokok pikiran.
Di dalam alinea pertama dinyatakan : "Bahwa
sesungguhnya kemerdekaan adalah hak segala bangsa dan oleh sebab itu. maka
penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan peri
kemanusiaan dan peri keadilan."
Alinea keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar Indonesia Tahun
1945 merumuskan dengan padat sekali tujuan dan prinsip dasar untuk mencapai
tujuan bangsa Indonesia
setelah menyatakan kemerdekaannya. Bunyi selengkapnya adalah sebagai berikut :
Kemudian dari pada itu untuk membentuk
suatu pemerintah negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa dan seluruh
tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan
kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia, yang berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah Kemerdekaan
Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia, yang
terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan
rakyat dengan berdasarkan kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil
dan beradab, Persatuan Indonesia dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Dari apa yang tersurat di dalam alinea keempat tersebut di
atas, maka tampak prinsip-prinsip demokrasi, negara hukum dan juga hak asasi
manusia. Disamping itu, Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 juga memuat pokok-pokok pikiran yang mencerminkan prinsip-prinsip
demokrasi dan hak-hak asasi manusia. Pokok pikiran pertama menunjukkan pokok
pikiran persatuan. Pokok pikiran kedua adalah pokok pikiran berkenaan dengan
pokok pikiran kedaulatan dan pokok pikiran keempat adalah pokok pikiran
Ketuhanan Yang Maha Esa dasar Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab.
Dari paparan alinea dan pokok-pokok pikiran dalam pembukaan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 tampak jelas bahwa
pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 memuat
prinsip-prinsip demokrasi dan negara hukum. Ini berarti, prinsip demokrasi dan
prinsip negara hukum yang merupakan tumpuan good governance dalam negara
Indonesia
sifatnya abadi. Hal ini disebabkan karena status pembukaan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagai pokok negara yang fundamental
tidak akan berubah. Ini terbukti dari proses amandemen Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang dilakukan, sesuai dengan kesepakatan
Panitia Ad Hoc III pada rapat ke 3 Pekerja MPR, bahwa Pembukaan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 tidak diubah.
2. Undang-Undang
Undang-undang
yang dibahas dalam anak sub bab ini adalah undang-undang yang berhubungan
dengan prinsip-prinsip good governance.
- Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara Yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme
Pengkajian terhadap undang-undang ini dilakukan lebih rinci
bila dibandingkan dengan pengkajian yang dilakukan terhadap aturan hukum yang
lain. Oleh karenanya, kajian tidak hanya terhadap pasal-pasal yang berkaitan
dengan kepemerintahan yang baik (good governance), tetapi juga meliputi
: Latar belakang terbentuknya Undang-Undang No. 28 Tahun 1999; landasan
filosofis, sosiologis dan yuridis, serta kelemahan-kelemahannya. Hal ini
dilakukan agar mendapat gambaran yang utuh tentang suasana kebatinan
Undang-Undang No. 28 Tahun 1999. Dengan demikian akan lebih tepat dalam
menginterpretasi makna yang diatur di dalam undang-undang tersebut.
- Undang-undang No. 25 Tahun 2000 Tentang Program Pembangunan Nasional Tahun 2000 – 2004
Tindak
lanjut dari Tap No.IV/MPR/1999 adalah diundangkannya Undang-Undang No. 25 Tahun
2006 LNRI Tahun 2000 No. 206 tentang Program Pembangunan Nasional Tahun 2000 –
2004 di dalam lampiran bab dua tentang Prioritas Pembangunan Nasional
disebutkan ada lima prioritas pembangunan nasional yaitu :
1.
Membangun sistem politik yang
demokratis serta mempertahankan persatuan dan kesatuan;
2.
Mewujudkan supremasi hukum dan
kepemerintahan yang baik. Di dalam prioritas pembangunan bidang ini diarahkan
pada dua hal yaitu supremasi hukum dan kepemerintahan yang baik;
Aspek
supremasi hukum meliputi :
- Legislasi;
- Pemberdayaan lembaga peradilan dan penegakan hukum;
- Peningkatan etika penyelenggaraan negara agar mematuhi hukum;
- Pembentukan budaya taat hukum.
Aspek
Pemerintahan yang baik meliputi :
a.
Penegakan hukum dan HAM;
b.
Peningkatan kesejahteraan;
c.
Peningkatan pengawasan masyarakat;
d.
Peningkatan pengawasan praktek KKN
(ditindaklanjuti dengan diundangkannya Undang-Undang No. 28 Tahun 1999 tentang
Penyelenggara Negara Yang Bersih dan Bebas dari Korupsi Kolusi dan Nepotisme).
e.
Pembenahan kelembagaan dan
ketatalaksanaan;
f.
Penyesuaian jumlah PNS;
g.
Peningkatan kapasitas sumber daya
penyelenggaraan negara dalam bentuk pelayanan kepada masyarakat secara optimal.
3.
Mempercepat pemulihan ekonomi
4.
Membangun kesejahteraan rakyat
5.
Meningkatkan pembangunan daerah.
3. Undang-Undang No. 30 Tahun 2002 Tentang Komisi
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi LNRI Tahun 2002 No. :37 TLN-RI No. 4250
Di dalam konsiderans mengingat, undang-undang ini antara
lain didasarkan atas Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999. Kemudian di dalam
ketentuan Pasal 5 yang mengatur tentang asas dalam menjalankan tugas dan wewenang
ditentukan lima
asas yang pada prinsipnya sama dengan asas-asas penyelenggaraan negara yang
baik menurut Undang-Undang No. 28 Tahun 1999. Asas tersebut adalah : a).
kepastian hukum; b). keterbukaan, c) akuntabilitas, d). kepentingan umum, e)
proporsionalitas. Perbedaan dengan asas yang diatur di dalam Pasal 3
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 hanya pada dua asas yaitu asas tertib
penyelenggara negara dan asas profesionalisme.
4. Undang-Undang No. 10 Tahun 2004 Tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan LNRI Tahun 2004 No. 53 TLN-RI No. 4389
Di dalam ketentuan Pasal 5 mengatur tentang asas peraturan
perundang-undangan dicantumkan tujuh asas, yang pada prinsipnya merupakan asas
yang ada di dalam Undang-Undang No. 28 Tahun 1999 yaitu a). kejelasan tujuan
(dapat disejajarkan dengan asas kepastian hukum dalam UU No. 28 Tahun 1999) b).
kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat (asas kepastian hukum dan/atau
profesionalitas) c). kesesuaian antara jenis dan muatan serta d). asas dapat
dilaksanakan (asas proporsionalitas); e). kedayagunaan dan kehasilgunaan (asas
efektivitas dan efisiensi); f). kejelasan rumusan (asas kepastian hukum); g).
keterbukaan (asas keterbukaan/kepentingan umum).
5.
Peraturan
Pemerintah No. 68 Tahun 1999 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta
Masyarakat Dalam Penyelenggaraan Negara
Peraturan
Pemerintah Nomor 68 Tahun 1999 tersebut merupakan penjabaran langsung ketentuan
Pasal 9 ayat (3) Undang-Undang No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara
Yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme. Pasal 9 ayat (3) UU
No. 28 Tahun 1999 mengatur tentang peran serta masyarakat antara lain
ditentukan bahwa bentuk peran serta adalah :
a.
Hak mencari, memperoleh dan memberikan
informasi mengenai penyelenggaraan negara;
b.
Hak untuk memperoleh pelayanan yang
sama dan adil dari penyelenggara negara ;
c.
Hak menyampaikan saran dan pendapat
secara bertanggung jawab terhadap kebijakan penyelenggara negara; dan
d.
Hak memperoleh perlindungan hukum dalam
hal :
1.
Melaksanakan haknya sebagaimana
dimaksud dalam huruf a b, dan c.
2.
Diminta hadir dalam proses
penyelidikan, penyidikan, dan di sidang pengadilan sebagai saksi pelapor,
saksi, atau saksi ahli, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
Hak
sebagaimana dimaksud dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku dengan menaati norma agama dan norma sosial
lainnya.
Tata
cara pelaksanaan peran serta masyarakat antara lain ditentukan bahwa informasi
tentang penyelenggaraan negara dapat diperoleh dari instansi terkait, dapat
dilakukan baik secara langsung maupun tidak langsung (Pasal 3). Pemberian
informasi dapat diberikan secara tertulis kepada instansi terkait atau komisi
pemeriksa dengan dilengkapi nama dan alamat pemberi informasi, dengan melampirkan
foto copy kartu tanda penduduk (KTP), atau identitas dan yang lain; keterangan
mengenai fakta dan tempat kejadian yang diinformasikan; dan dokumen atau
keterangan lain yang dapat dijadikan alat bukti (Pasal 4) Informasi tersebut
disampaikan kepada Komisi Pemeriksa atau instansi terkait dengan tembusan.
6. Keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor:
KEP - 117/MMBU/2002 Tentang Penerapan Praktek Good Corporate Governance Pada
Badan Usaha Milik Negara (BUMN)
Keputusan
Meneg BUMN ini walaupun bukan merupakan peraturan perundang-undangan yang
diatur di dalam Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan, namun masih termasuk regulasi yang diatur di
dalam Pasal 7 ayat (4) oleh karenanya masih relevan untuk dilampirkan.
Keputusan
Meneg BUMN, di dalam konsideran menimbangnya jelas-jelas menyatakan bahwa
prinsip good corporate governance merupakan kaidah, norma ataupun
pedoman korporasi yang diperlukan dalam sistem pengelolaan BUMN. Diakui pula
bahwa prinsip-prinsip good corporate governance belum diterapkan dalam
lingkungan BUMN. Hal yang menarik dalam Keputusan Meneg BUMN ini adalah tidak diterapkannya
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 dalam konsideran mengingat. Hal ini menurut
penulis menunjukkan bahwa Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 hanyalah merupakan
prinsip-prinsip yang berlaku dalam good governance dalam sektor publik.
Di dalam Kep. Meneg BUMN ini menetapkan pula prinsip-prinsip good corporate
governance meliputi : a) transparansi; b) kemandirian; c) akuntabilitas; d)
pertanggungjawaban dan e) kewajaran.
Daftar Pustaka
Aburizal
Bakri. 2002. Good Corporate Governance : Sudut Pandang Pengusaha. YPMMI
& Sinergi Communication, Jakarta.
Djokosantoso Moeljono. 2005. Good Corporate Culture sebagai inti dari
Good Corporate Governance, Elex-Gramedia, Jakarta
John Shaw.
C. 2003. Corporate Governance and Risk : A System Approach. John Wiley
& Sons, Inc, New Jersey.
Mas
Ahmad Daniri. 2005. Good Corporate Governance : Konsep dan Penerapannya di
Indonesia. RayIndonesia, Jakarta.