A. Konsep Pembelajaran Tematik
Penetapan pendekatan tematik dalam pembelajaran di kelas rendah oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) ini tidak lepas dari perkembangan akan konsep pembelajaran terpadu. Menilik perkembangan konsep pendekatan terpadu di Indonesia, pada saat ini model pembelajaran yang dipelajari dan berkembang adalah model pembelajaran terpadu yang dikemukakan oleh Fogarty (1990). Model pembelajaran terpadu yang dikemukakan oleh Fogarty ini berawal dari konsep pendekatan interdisipliner yang dikembangkan oleh Jacob (1989).
Bertolak dari konsep PI yang dianut Jacob tersebut, Fogarty (1991) menyatakan bahwa ada 10 model integrasi pembelajaran, yaitu model fragmented, connected, nested, sequenced, shared, webbed, threaded, integrated, immersed, dan networked. Model-model itu merentang dari yang paling sederhana hingga yang paling rumit, mulai dari separated-subject sampai eksplorasi keterpaduan antar aspek dalam satu bidang studi (model fragmented, connected, nested), model yang menerpadukan antar berbagai bidang studi (model sequenced, shared, webbed, threaded, integrated), hingga menerpadukan dalam diri pembelajar sendiri dan lintas pembelajar (model immersed dan networked).
Adapun karakteristik dari pembelajaran tematik ini menurut Tim Pengembang PGSD (1997:3-4) adalah : (1) Holistik, suatu gejala atau peristiwa Discipline based Parallel Discipline Cross- disciplinary Multi- disciplinary Inter- Disciplinary Integrated Day Complete Program yang menjadi pusat perhatian dalam pembelajaran tematik diamati dan dikaji dari beberapa bidang studi sekaligus, tidak dari sudut pandang yang terkotak-kotak. (2) Bermakna, pengkajian suatu fenomena dari berbagai macam aspek, memungkinkan terbentuknya semacam jalinan antar skemata yang dimiliki oleh siswa, yang pada gilirannya nanti, akan memberikan dampak kebermaknaan dari materi yang dipelajari; (3) Otentik, pembelajaran tematik memungkinkan siswa memahami secara langsung konsep dan prinsip yang ingin dipelajari. (4) Aktif, pembelajaran tematik dikembangkan dengan berdasar kepada pendekatan diskoveri inkuiri dimana siswa terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, hingga proses evaluasi.
B. Landasan Pengembangan Pembelajaran Tematik
Berhasilnya suatu proses pendidikan, bergantung pada proses pembelajaran yang terjadi di sekolah. Kemampuan guru yang berhubungan dengan pemahaman guru akan hakekat belajar akan sangat mempengaruhi proses pembelajaran yang berlangsung. Guru yang memiliki pemahaman hakekat belajar sebagai proses mengakumulasi pengetahuan maka proses pembelajaran yang terjadi hanyalah sekedar pemberian sejumlah informasi yang harus dihapal siswa. Sebaliknya, apabila pemahaman guru tentang belajar adalah proses memperoleh perilaku secara keseluruhan, proses pembelajaran yang terjadi mencerminkan suatu kesatuan yang mengandung berbagai persoalan untuk dipahami oleh anak secara keseluruhan dan terpadu. Seperti yang diungkapkan oleh Surya (2002:84) bahwa belajar adalah suatu proses yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil dari pengalaman individu itu sendiri dalam interaksinya dengan lingkungannya. Dari definisi akan hakekat belajar di atas dapat diketahui bahwa landasan pengembangan pembelajaran tematik secara psikologis adalah merunut pada teori belajar gestalt. Gestalt berasal dari bahasa Jerman yang berarti ’whole configuration’ atau bentuk yang utuh, pola, kesatuan dan keseluruhan. Teori ini memandang kejiwaan manusia terikat pada pengamatan yang berwujud pada bentuk menyeluruh. Menurut teori belajar ini seorang belajar jika ia mendapat ”insight”. Insight itu diperoleh bila ia melihat hubungan tertentu antara berbagai unsur dalam situasi itu, sehingga hubungan itu menjadi jelas baginya dan demikian memecahkan masalah itu (Nasution, 2004; Slameto, 2003)
C. Perencanaan Pembelajaran Tematik
Model pembelajaran tematik merupakan model pembelajaran yang pengembangannya dimulai dengan menentukan topik tertentu sebagai tema atau topik sentral, setelah tema ditetapkan maka selanjutnya tema itu dijadikan dasar untuk menentukan dasar sub-sub tema dari bidang studi lain yang terkait (Fogarty, 1991 : 54). Penentuan tema dapat dilakukan oleh guru melalui tema konseptual yang cukup umum tetapi produktif. Dapat pula ditetapkan dengan negosiasi antara guru dengan siswa, atau dengan cara diskusi sesama siswa. Alwasilah, dkk (1998:16) menyebutkan bahwa tema dapat diambil dari konsep atau pokok bahasan yang ada disekitar lingkungan siswa, karena itu tema dapat dikembangkan berdasarkan minat dan kebutuhan siswa yang bergerak dari lingkungan terdekat siswa dan selanjutnya beranjak ke lingkungan terjauh siswa. Berikut ini ilustrasi yang diberikan dalam penentuan tema.
D. Pelaksanaan Pembelajaran Tematik
Tahap ini merupakan pelaksanaan kegiatan proses belajar mengajar sebagai unsur inti dari aktivitas pembelajaran, yang dalam pelaksanaannya disesuaikan dengan rambu-rambu yang telah disusun dalam perencanaan sebelumnya. Pelaksanaan pelambelajaran tematik diterapkan ke dalam tiga langkah Lingkungan terdekat siswa (jidiii)LingkunganRumah Lingkungan Lingkungan Luar Sekolah pembelajaran yaitu (1) Kegiatan awal bertujuan untuk menarik perhatian siswa, menumbuhkan motivasi belajar siswa,dan memberikan acuan atau rambu-rambu tentang pembelajaran yang akan dilakukan (Sanjaya, W., 2006:41) ; (2) Kegiatan inti, merupakan kegiatan pokok dalam pembelajaran. Dimana dilakukan pembahasan terhadap tema dan subtema melalui berbagai kegiatan belajar dengan menggunakan multi metode dan media sehingga siswa mendapatkan pengalaman belajar yang bermakna. Pada waktu penyajian dan pembahasan tema, guru dalam penyajiannya sehendaknya lebih berperan sebagai fasilitator (Alwasilah:1988); (3) Kegiatan akhir, dapat diartikan sebagai kegiatan yang dilakukan oleh guru untuk mengakhiri pelajaran dengan maksud untuk memberikan gambaran menyeluruh tentang apa yang telah dipelajari siswa serta keterkaitannya dengan pengalaman sebelumnya, mengetahui tingkat keberhasilan siswa serta keberhasilan guru dalam pelaksanaan proses pembelajaran.
E. Evaluasi Pembelajaran Tematik
Menurut Joni (1996 : 16), bahwa pada dasarnya evaluasi dalam pembelajaran tematik tidak berbeda dari evaluasi untuk kegiatan pembelajaran konvensional. Oleh karena itu, semua asas-asas yang perlu diindahkan dalam pembelajaran konvensional berlaku pula bagi penilaian pembelajaran tematik. Bedanya dalam evaluasi pembelajaran tematik lebih menekankan pada aspek proses dan usaha pembentukan efek iringan (nurturant effect) seperti kemampuan bekerja sama, tenggang rasa dan sebagainya. Menurut Pusat Kurikulum (2002), penilaian siswa di kelas I dan II SD belum mengikuti aturan penilaian seperti mata pelajaran lain, mengingat anak kelas I SD belum semua lancar membaca dan menulis, maka cara penilaian di kelas I tidak ditekankan pada penilaian secara tertulis.
Pembelajaran tematik lebih menekankan pada penerapan konsep belajar sambil melakukan sesuatu (learning by doing). Oleh karena itu, guru perlu mengemas atau merancang pengalaman belajar yang akan mempengaruhi kebermaknaan belajar siswa. Pengalaman belajar yang menunjukkan kaitan unsur-unsur konseptual menjadikan proses pembelajaran lebih efektif. Kaitan konseptual antar mata pelajaran yang dipelajari akan membentuk skema, sehingga siswa akan memperoleh keutuhan dan kebulatan pengetahuan. Selain itu, dengan penerapan pembelajaran tematik di sekolah dasar akan sangat membantu siswa, karena sesuai dengan tahap perkembangannya siswa yang masih melihat segala sesuatu sebagai satu keutuhan (holistik).
Pembelajaran tematik memiliki karakteristik sebagai berikut:
• Berpusat pada siswa
• Memberikan pengalaman langsung
• Pemisahan mata pelajaran tidak begitu jelas
• Menyajikan konsep dari berbagai mata pelajaran
• Bersifat luwes
• Hasil pembelajaran sesuai dengan minat dan kebutuhan siswa
• Menggunakan prinsip belajar sambil bermain dan menyenangkan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar