Selasa, 13 September 2016

PENGERTIAN, KEDUDUKAN, TUGAS DAN FUNGSI BADAN PERWAKILAN DESA

Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah pada pasal 104 (dalam Widjaja, 2001 :194), menjelaskan bahwa :
Badan Perwakilan Desa atau yang disebut dengan nama lain berfungsi mengayomi adat istiadat, membuat Peraturan Desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat, serta melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan Pemerintahan Desa

Dalam Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 64 Tahun 1999 tentang Pedoman Umum Pengaturan Mengenai Desa yang dikutip oleh Suhartono    (2000 :200-201), secara lebih terperinci menyatakan:
Badan Perwakilan Desa adalah badan perwakilan yang terdiri dari pemuka-pemuka masyarakat di desa yang berfungsi mengayomi adat istiadat, membuat peraturan desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat, serta melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan pemerintahan desa.


Dari kedua kutipan di atas yang merupakan dasar hukum yang membidani keberadaan Badan Perwakilan Desa (BPD) tersirat suatu makna yang memposisikan BPD sebagai salah satu unsur dalam pemerintahan desa, yaitu sebagai badan perwakilan di desa. Apabila dikaitkan dengan konsepsi yang dikemukakan oleh filosof Perancis, Montesquieu (dalan Arief Budiman, 2002 : 35-36), yang membagi kekuasaan atas tiga bidang yaitu Legislatif, Eksekutif dan Yudikatif, maka Kepala Desa merupakan pemegang kekuasaan eksekutif di desa sedangkan BPD sebagai pemegang kekuasaan legislatif. Dengan demikian, bila berbicara mengenai konsep BPD secara otomatis akan berhubungan pula konsep badan perwakilan/legislatif, maka secara ringkas akan dikemukakan beberapa konsep tentang badan perwakilan, fungsi-fungsi yang diembannya   dan posisinya dalam praktek pemerintahan khususnya hubungan antara badan legislatif dan eksekutif.
Prof. Miriam Budiardjo (1982 : 173) menguraikan pengertian lembaga legislatif sebagai berikut "Lembaga legislatif atau membuat Undang-undang. Anggota-anggotanya dianggap mewakili rakyat, maka dari itu sering dinamakan Dewan Perwakilan Rakyat ; nama lain yang sering dipakai adalah Parlem en”.
Dengan demikian secara teoritis, Badan legislatiflah yang merumuskan kemauan rakyat atau kemauan umum dengan jalan menetapkan kebijaksanaan umum (publik policy) yang mengikat seluruh masyarakat. Undang-undang yang dibuat harus mencerminkan kehendak dari rakyat tersebut. Dengan demikian, secara singkat, dapat dikatakan bahwa badan legislatif merupakan badan pembuat keputusan/kebijakan yang menyangkut kepentingan umum.
Badan legislatif merupakan suatu badan perwakilan. Konsep perwakilan ini sendiri dapat diartikan sebagai seseorang mewakili orang lain. Pengertian ini pada hakekatnya, adalah suatu istilah modern sebab, dimasa Yunani Kuno, tidak dikenal istilah tersebut, walaupun para warga negara kota memilih sejumlah pejabat yang, kadang-kadang, mengirimkan seorang duta yang, pada dasarnya dapat dikategorikan sebagai perwakilan. Kemudian dalam literatur Kristen, pada abad pertengahan, dikenal adanya istilah “Perwakilan” namun belum mengandung makna yang menyangkut sebagai delegasi atau agen/wali (Arbi Sanit, 1985 :140)
Arbi Sanit (1985 : 43) mendeskripsikan esensi pembentukan badan perwakilan sebagai berikut :
Ide pembentukan badan perwakilan rakyat pada dasarnya bermula dari keperluan masyarakat akan hukum sebagai sarana untuk mengatur kehiduapan bersama di samping kebutuhannya akan badan yang membuat dan memberlakukannya. Sejalan dengan ide tersebut penguasa suatu negara secara keseluruhan membuat hukum atas nama rakyatnya dan memberlakukannya untuk menyelenggarakan kehidupan bersama.

Sementara Boboy (1994 : 17) menggariskan pentingnya pandangan Rousseau melanjutkan tradisi demokrasi langsung Yunani Kuno tetapi pelaksanaan demokrasi langsung  terhambat oleh perkembangan masyarakat yang semakin banyak dengan tempat tinggal yang menyebar serta luasnya wilayah suatu negara. Sebagai ganti dan untuk meneruskan gagasan Rousseau ini maka lahirlah demokrasi tidak langsung atau indirect democracy yang disalurkan melalui lembaga perwakilan yang terkenal dengan nama “Parlemen”.


Kedua pandangan tersebut di atas mengemukakan beberapa pokok penting tentang konsepsi badan perwakilan, diantaranya yaitu :
1.         Pembentukan lembaga perwakilan bermula dari adanya kebutuhan masyarakat artinya secara negatip dapat dikatakan keberadaan lembaga tersebut tidak boleh dipaksakan oleh pihak manapun;
2.         Masyarakat menyadari pentingnya aturan dalam kehiduapan bersama sehingga perlu keterlibatan dan kesepakatan semua pihak untuk membuat peraturan atau hukum tersebut;
3.         Pembuatan hukum tersebut harus didasari pada persetujuan rakyat artinya badan perwakilan tidak boleh membuat hukum yang bertentangan dengan kehendak masyarakat secara keseluruhan.
Pengertian tersebut di atas memperlihatkan pula adanya dua subyek dalam konteks badan perwakilan/parlemen/legislatif yakni pihak yang diwakili dan pihak yang mewakili. Kedua pihak ini memiliki hubungan politik, fungsional dan moral. Hubungan politik dalam arti kedudukan seorang wakil ditentukan oleh dukungan yang diwakili (konstituen) artinya keberadaannya di lembaga perwakilan karena dipilih oleh sekelompok orang. Hubungan fungsional dalam arti  anggota lembaga perwakilan tersebut berfungsi menyalurkan kepentingan masyarakat dan melindungi masyarkat dari kebijakan pemerintah yang merugikannya sedangkan secara moral seorang wakil selalu berpihak pada kepentingan rakyat yang diwakili dan tidak boleh menjadikan  rakyat sebagai alasan untuk memenuhi kepentingan  politik pribadinya.
Dengan memperhatikan titik berat penyelenggaraan otonomi pada tingkat Kabupaten/Kota, maka  pemerintah Kabupaten/Kota diberikan kewenangan untuk melaksanakan pengaturan lebih lanjut mengenai desa dengan peraturan Daerah Kabupaten yang dalam penyusunannya wajib mengakui dan menghormati asal usul dan adat istiadat desa (Suhartono, 2000 :201). Berdasarkan ketentuan tersebut, setiap Pemerintah Kota/Kabupaten membuat kebijakan tersediri mengenai desa yang antara lain dalam hal Keanggotaan BPD yang belum diatur dalam Undang-undang maupun Keputusan Menteri Dalam Negeri. Sebagai contoh, Pemerintah Kabupaten Bangkalan melalui Peraturan Daerah Nomor 24 tahun 2000 tentang Badan Perwakilan Desa pada pasal 2 menyebutkan, bahwa :
Jumlah anggota BPD ditetapkan berdasarkan jumlah jiwa pilih yang ada di Desa yang bersangkutan, dengan ketentuan :
a.       Jumlah jiwa pilih sampai dengan 2000 jiwa, 7 orang anggota;
b.      2001 sampai dengan 3000 jiwa, 11 orang anggota;
c.       Lebih dari 3000 jiwa, 15 orang anggota.
(dalam Himpunan Perda, 2000 : 142).

Mengenai hubungan antara wakil dan yang terwakili, Gilbert Abcarian (dalam Boboy, 1994 : 23) yang mengemukakan empat tipe hubungan, yaitu :
a.    Sang wakil bertindak sebagai wali (truste). Dalam hal ini sang wakil bebas mengambil keputusan atau bertindak berdasarkan pertimbangannya sendiri tanpa harus berkonsultasi dengan yang diwakilinya.
b.   Sang wakil bertindak sebagai utusan (delegate). Maksudnya ialah bahwa sang wakil bertindak sebagai utusan atau duta dari yang diwakilinya,... selalu mengikuti perintah atau instruksi atau petunjuk dari yang diwakilinya dalam melaksanakan tugasnya.
c.    Sang wakil bertindak sebagai “politico”. Artinya bahwa sang wakil dalam hal ini kadang-kadang bertindak sebagai wali (truste) dan adakalanya bertindak sebagai utusan (dekegate).
d.   Sang wakil bertindak sebagai “partisan”. Dalam hal ini wakil bertindak sesuai dengan kehendak atau program dari organisasi (partai) sang wakil.

Sedangkan Hoorgerwerf (dalam Boboy 1994 : 23-24) yang membagi hubungan tersebut dalam lima model , sebagai berikut :
a.    Model utusan (delegate); di sini sang wakil bertindak sebagai yang diperintah atau kuasa usaha yang menjalankan perintah dari yang diwakilinya.
b.   Model wali (truste); di sini sang wakil bertindak sebagai orang yang diberi kuasa atau orang yang memperoleh kuasa penuh dari yang diwakilinya. Jadi, dia dapat bertindak berdasarkan pendiriannya sendiri.
c.    Model politocos; di sini sang wakil kadang-kadang bertindak sebagai delegasi dan kadang-kadang bertindak sebagai kuasa penuh.
d.   Model kesatuan; di sini anggota parlemen  dilihat sebagai wakil seluruh rakyat.
e.    Model penggolongan (diversifikasi) di sini anggota parlemen dilihat sebagai kelompok teritorial, kelompok sosial atau kelompok politik tertentu.

Pendapat kedua ahli tersebut di atas dapat dipilih Badan Perwakilan Desa dalam mengembangkan jenis hubungan dengan yang diwakilinya. Dua model yang mendekati realitas masyarakat pedesaan adalah model politico sesuai pendapat Abcarian ataupun politicos menurut Hoorgerwerf. Model ini dapat menciptakan keseimbangan hubungan antara wakil dengan yang diwakili karena memberikan porsi yang proporsional antara wakil sebagai pribadi yang memiliki pikirannya sendiri  dan pada saat yang sama wakil dapat pula mengatasi kepentingan masyarakat. Pilihan hubungan tersebut dapat pula mempertimbangkan model kesatuan yang dari sisi tertentu sesuai dengan   kondisi desa dan model parlemen desa yang wakilnya tidak terpolarisasi dalam partai politik. Jadi, setiap anggota Badan Perwakilan Desa dapat mewakili kepentingan seluruh masyarakat yang mendiami wilayah desa tanpa harus terjebak dalam fokus perhatian wilayah, partai atau kelompok.
Hubungan wakil dengan yang diwakili dalam praktek pemerintahan dalam arti luas termanifestasi dalam peran dan sejumlah fungsi yang dimiliki lembaga perwakilan. Peran lembaga perwakilan dalam pandangan Arbi Sanit (1985 :  46 – 47) terbagi atas dua, yaitu “pertama, peran lembaga ini sebagai badan pembuat hukum menyebabkan kita mengenalnya selaku Dewan atau Badan Legislatif  …; kedua, peranan lembaga ini sebagai himpunan wakil rakyat yang membuatnya dikenal sebagai badan perwakilan (representative) …” 
Sementara Arbi Sanit (1985 : 6 – 23) lebih mengfokuskan perhatiannya pada  beberapa fungsi bidang perwakilan sebagai berikut :
1.Perundang-undangan; ... parlemen menunjukkan bahwa dirinya sebagai rakyat memasukkan aspirasi dan kepentingan masyarakat yang diwakilinya ke dalam pasal-pasal undang-undang yang dihasilkannya.
2.Keuangan ; … badan ini berwenang menentukan pemasukan dan pengeluaran uang negara yang pada hakekatnya uang rakyat.……eksekutif mengajukan rancangan pemasukan dan pengeluaran yang diungkap dalam anggaran, namun parlemen tetap mempunyai kewenangan untuk  merevisi atau mengubahnya. Setidak-tidaknya badan perwakilan memberikan pengesahan kepada rancangan anggaran eksekutif. Kesemuanya itu merupakan fungsi keuangan badan perwakilan rakyat.
3.Pengawasan ; ... pengawasan yang dilakukan oleh badan perwakilan berkenaan dengan keputusan yang telah dikeluarkannya dalam bentuk undang-undang. Eksekutif dan yudikatif bertindak sebagai pelaksana perlu dinilai apakah cukup tepat melaksanakan keputusan tersebut. Kedua pengawasan itu merupakan konsekuensi dari kekuasaan rakyat yang dioperasikannya.

Boboy (1994 : 29) membagi fungsi badan perwakilan atas tiga yaitu :
1)   Fungsi perundang-undangan, Yang dimaksudkan dengan fungsi perundang-undangan adalah membentuk undang-undang        biasa seperti Undang-undang Pemilu, Undang-undang Kewarganegaraan, Undang-undang Pajak, dan membentuk Undang-undang tentang APBN serta meratifikasi perjanjian-perjanjian dengan luar negeri dan sebagainya.
2)   Fungsi pengawasan, fungsi yang dilakukan lembaga perwakilan untuk mengawasi eksekutif/pemerintah.
3)   Sarana pendidikan politik, rakyat dididik untuk mengetahui persoalan yang menyangkut kepentingan umum melalui pembahasan-pembahasan, pembicaraan-pembicaraan serta kebijakan-kebijakan yang dilakukan oleh lembaga perwakilan yang dimuat di media massa, atau melalui pemberitaan di media elektronik, agar rakyat mengetahui dengan sadar akan hak dan kewajiban serta tanggung jawabnya sebagai warga negara.

Selain itu, dalam Undang-undang Nomr 22 Tahun 1999 pasal 104 (dalam Suhartono, 2000 : 200) secara  jelas menyebutkan fungsi BPD adalah :
1)      Mengayomi adat istiadat;
2)      Membuat peraturan desa;
3)      Menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat; serta
4)      Melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan pemerintahan desa.

Fokus utama kajian tulisan ini  adalah melihat fungsi badan perwakilan pada Badan Perwakilan Desa di bidang pengawasan. Pengawasan  terhadap jalannya pemerintahan menjadi sangat penting  karena adanya kecenderungan  kekuasaan yang bersifat korup, maka upaya pencegahan menjadi sangat esensial. Pengawasan yang dilakukan Badan Perwakilan Desa sebagaimana juga pengawasan yang dijalankan lembaga perwakilan lebih tinggi merupakan pengawasan politik yang  mengambil berbagai macam bentuk..
Bentuk-bentuk pengawasan politik  sejalan dengan pendapat Boboy dan Arbi  Sanit (1985 : 29) yang menguraikan secara lebih terinci sebagai berikut  :
Berbagai bentuk pengawasan politik yang dapat  dimanfaatkan oleh lembaga ini ialah bertanya, interpelasi, angket dan mosi. Apabila bertanya dimaksudkan sebagai usaha badan perwakilan untuk mendapat keterangan mengenai suatu hal, peristiwa ataupun kejadian, maka interpelasi merupakan pertanyaan Parlemen yang berkaitan dengan kebijaksanaan eksekutif. Angket merupakan penelitian  yang dilakukan lembaga ini untuk menilai sebagian atau seluruh keputusan yang dikeluarkan. Dan mosi pada  hakikatnya merupakan pernyataan lembaga ini akan ketidakpercayaannya atau kepercayaannya terhadap kebijaksanaan maupun pejabat eksekutif.

Dari pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa peranan Badan Perwakilan Desa adalah rangkaian perilaku dan tindakan yang dilakukan oleh Badan Perwakilan Desa sesuai dengan kedudukannya sebagai penyalur aspirasi masyarakat dalam melaksanakan tugas dan fungsinya sebagai lembaga legislatif di desa.


Daftar Pustaka

Boboy, Max, 1994, Dewan Perwakilan Rakyat Dalam Prespektif Sejarah dan Tata Negara, Sinar Harapan, Jakarta.

Budiarjo, Miriam, 1982,  Fungsi Legislatif dalam Sistem Politik Indonesia,  Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Budiman, Arief, 2002,  Teori Kekuasaan Negara, Gramedia, Jakarta.

Sanit, Arbi, 1985, Perwakilan Politik di Indonesia, Rajawali Press, Jakarta.

Suhartono, dkk, 2000, Parlemen Desa, Dinamika DPR Kelurahan dan  DPR Kelurahan Gotong Royong, Lapera Pustaka Utama, Jakarta.

Widjaja, H.A.W, 2000, Pemerintahan Desa dan Administrasi Desa, Raja Grafindo Persada, Jakarta.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar